Produk Handphone

Senin, 31 Oktober 2011

Tinjauan Filsafat Komunikasi Dalam Kasus Bank Century


               Seluruh ilmu hakikatnya berasal dari filsafat. Darinyalah seluruh ilmu berasal, darinya pula seluruh ilmu dan pengetahuan manusia dilahirkan. Sikap dasar selalu bertanya menjadi ciri filsafat, menurun pada berbagai cabang ilmu yang semula berinduk padanya. Karenanya, dalam semua ilmu terdapat kecenderungan dasar itu. Manakala ilmu mengalami masalah yang sulit dipecahkan, ia akan kembali pada filsafat dan memulainya dengan sikap dasar untuk bertanya. Dalam filsafat, manusia mempertanyakan apa saja dari berbagai sudut, secara totalitas menyeluruh, menyangkut hakikat inti, sebab dari segala sebab, mancari jauh ke akar, hingga ke dasar.
            Filsafat bermula dari pertanyaan dan berakhir pada pertanyaan. Hakikat filsafat adalah bertanya terus-menerus, karenanya dikatakan bahwa filsafat adalah sikap bertanya itu sendiri. Dengan bertanya, filsafat mencari kebenaran. Namun, filsafat tidak menerima kebenaran apapun sebagai sesuatu yang sudah selesai. Yang muncul adalah sikap kritis, meragukan terus kebenaran yang ditemukan. Dengan bertanya, orang menghadapi realitas kehidupan sebagai suatu masalah, sebagai sebuah pertanyaan, tugas untuk digeluti, dicari tahu jawabannya.
Sedangkan apabila ilmu komunikasi dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari penyampaian pesan antarmanusia, dapat dinyatakan bahwa filsafat ilmu komunikasi mencoba mengkaji ilmu komunikasi dari segi ciri-ciri, cara perolehan, dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, filsafat ilmu komunikasi mencoba untuk menjawab tiga pertanyaan pokok sebagai berikut:
            Epistemologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya, metodologinya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar bisa mendapat pengetahuan dan ilmu yang benar dalam hal komunikasi? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Apakah kriteria kebenaran dan logika kebenaran dalam konteks ilmu komunikasi?
            Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah ilmu komunikasi? Apakah yang ditelaah oleh ilmu komunikasi? Apakah objek kajiannya? Bagaimanakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?
            Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa ilmu komunikasi itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan dan ilmu tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimanakah kaitan ilmu komunikasi berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara operasionalisasi metode ilmiah dalam upaya melahirkan dan menemukan teori-teori dan aplikasi ilmu komunikasi dengan norma-norma moral dan profesional?
Epistemology dalam pemberitaan kasus Bank Century oleh media massa  menyangkut wilayah metode atau cara  menurut kaidah jurnalistik sehingga kasus Bank Century layak menjadi sebuah berita. Dalam praktiknya berdasarkan kerja para jurnalis tersebut terbagi dalam dua bagian yaitu reporter dan editor. Reporter adalah jurnalis yang bertugas mencari dan mengumpulkan informasi melalui peliputan peristiwa atau kejadian.
            Jurnalis yang kerjanya di kantor surat kabar atau media massa lainnya adalah editor atau lazim pula disebut Redaktur. Mereka bekerja dalam suatu tim yang disebut redaksi dan dipanggil editor karena tugasnya yang selalu mengedit (menyunting dan merevisi) naskah berita atau pun artikel lainnya yang datang dari para reporter, koresponden, para penulis, dan para petugas public relations (dalam press release). Karena itu menurut Suhandang:
            Penyempurnaan semua naskah berita itu merupakan tanggung jawab para editor. Penilaian terhadap beritanya adalah demi kepentingan umum sementara tetap memperhatikan karya para reporter yang menulis beritanya. Atas dasar ungkapan “tiada hujan  selain banjir” semua berita dapat diselesaikannya dengan baik dan dapat menghasilkan revisi jalan ceritanya yang hebat. Baik dari segi gaya maupun sistematika penulisannya, sehingga para pembaca pun tertarik untuk mengetahuinya dan bisa memahami peristiwanya secepat mungkin. Apabila terjadi suatu peristiwa hebat, editor harus bisa menjadi penguasa untuk memperimbangkan pembuangan berita lain yang dianggapnya kurang berharga, sekalipun berita mengenai ucapan perdana menteri atau pernyataan walikota. Dalam hal demikian editor harus berani menggesernya dengan berita hebat tadi. (Suhandang (2010, hal 65).
            Wartawan atau pemimpin redaksi dapat menempatkan berita utama (headline) di halaman muka atau halaman dalam, atau memilih tokoh politik yang satu dengan menyingkirkan tokoh politik yang lain untuk ditonjolkan dalam media massa. semuanya itu dilakukan dengan mengacu kepada “politik redaksi”, kepribadian dan pencitraan media massa. Wartawan atau pemimpin redaksi sebagai gatekeeper kemudain berkembang menjadi agenda setter sebagaimana yang dikenal dalam teori agenda setting atau agenda media. (Arifin, 2010, hal 137)
            Penyusunan redaksionalnya menyebabkan setiap naskah berita yang masuk kepadanya menjadi normal. Terhadap naskah yang dibacanya, dia membentuk kesimpulan umum dari tuturan naskah tersebut:
1.    Apakah cerita (laporan) itu memiliki nilai berita atau tidak? jika tidak, tiada harapan untuk dicetak dan dimuat (disiarkan) dalam surat kabar atau media massanya
2.    Apakah tuturannya tepat dan wajar? masalah yang tidak tepat, tidak diinginkan oleh semua surat kabar (media massa), namun jumlahnya akan semakin berkurang. Para editor bertanggung jawab atasan yang penerbitan kurang tepat dan kurang teliti.
3.    Memfitnahkan tuturan (laporan) itu? suatu persoalan yang berisi kata-kata atau implikasi yang mengakibatkan surat kabarnya mengalami kesulitan, harus segera disingkirkan agar terhindar dari bahaya.
4.    Lengkapkah unsur-unsur beritanya? apakah laporan tersebut lengkap atau hanya sebagian saja? apakah akan diserahkan kepada pembaca dengan tidak menentu sama sekali? Jika demikian, rinciannya harus disingkirkan. (Suhandang (2010, hal 71).
      










            Ontologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Apakah yang menjadi objek kajian komunikasi? Apakah objek kajiannya yaitu berita tentang kasus bank Century? Bagaimanakah hakikat kasus bank century  yang menjadi objek kajiannya?
            Istilah “news”, berasal dari bahasa Inggris yang berarti “berita”, berasal dari “new” (baru) dengan konotasi kepada hal-hal yang baru. Dengan arti segala yang baru merupakan informasi yang penting bagi khalayak. Dengan kata lain, semua hal yang baru merupakan bahan informasi yang dapat disampaikan kepada orang lain dalam bentuk berita (news). Dalam kaidah jurnalistik suatu peristiwa atau kejadian atau fakta dapat diangkat menjadi suatu berita apabila memenuhi unsur 5W + 1H (What,Who, Where, When, Why dan How), hal ini disebut sebagai syarat-syarat sebagai suatu berita.
            Oleh karena itu Hornbby (1961) menjelaskan “news” sebagai laporan tentang apa yang terjadi paling mutakhir (sangat-sangat baru), baik peritiwanya maupun faktanya. Secara ilmiah Curtis D. Macdogall (1977) menyatakan bahwa berita yang selalu dicari oleh para reporter adalah laporan tentang fakta yang terlibat dalam suatu peristiwa, namun bukan hakiki dari peristiwa itu sendiri. Namun demikian Dr. Williard G Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca, dan berita yang terbaik ialah berita yang paling menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar. Dalam hal ini Bleyer tidak membedakan antara lapioran dengan peritiwanya sendiri, padahal satu sama lain jauh sekali perbedaannya. Yang diterima dan dibaca orang bukan peristiwa atau faktanya melainkan laporannya. (Suhandang (2010, hal 97-98). Dengan kata lain berita tidak hanya faktual tetapi juga harus aktual
            Wonohito (1960) dalam Suhandang (2010, hal 141), adapun mengenai isi beritanya yang menarik perhatian khalayak, Douglas Wood Miller mencatat delapan hal yang bisa membangkitkan perasaan dan pikiran manusia. Kedelapan hal tersebut adalah:
  1. Kisah mengenai pribadi pembaca, pendengar, dan penonton sendiri
  2. Kisah mengenai orang-orang dan kota-kota yang dikenal pembaca
  3. Kisah mengenai hal-hal yang luar biasa
  4. Nama-nama terkenal
  5. Kisah mengenai pertandingan antara dua kekuatan yang saling berlawanan
  6. Kisah mengenai peristiwa hebat atau penting
  7. Kisah kejadian-kejadian yang bersifat kemanusiaan (human interest)
  8. Kisha mengenai binatang
            Sebagai saluran komunikasi, media melakukan proses pengemasan pesan, dan dari proses inilah sebuah peristiwa menjadi memiliki makna tertentu bagi khalayak. Dalam proses pengemasan pesan, media dapat memilih fakta yang akan dimasukkan atau yang akan dibuang ke dalam teks pemberitaan. Selanjutnya, dalam membuat berita, media juga dapat memilih simbol-simbol atau label tertentu untuk mendeskripsikan suatu peristiwa. Kedua hal inilah yang pada akhirnya akan menentukan gambaran/image yang terbentuk dalam benak khalayak mengenai suatu peristiwa. Pembingkaian atau framing memang biasa dilakukan surat kabar dalam mengkonstruksikan fakta dalam pemberitaannya. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media (Kriyantono, 2006:252).
            Dalam pemberitaan dana talangan (bail out) Bank Century, Kompas bersikap untuk tidak berpihak dalam mengkonstruksikan peristiwa ini. Kompas memberikan tempat bagi pihak-pihak yang saling bertentangan dan lebih menonjolkan solusi terhadap permasalahan yang sudah terjadi dan saat ini menjadi sebuah kontroversi. Model pemberitaan lain yang mendukung sikap Kompas dengan menonjolkan sisi human interest yang sifatnya tidak substansial terhadap kasus dana talangan Bank Century.
            Kecenderungan Kompas kemudian berubah saat muncul kesimpulan sementara pansus setelah fase pemberitaan pemanggilan saksi dalam rapat pansus century. Adanya indikasi pelanggaran dalam kesimpulan awal pansus terhadap kebijakan ini kemudian mengarah kepada pertanggungjawaban presiden sebagai penanggungjawab tertinggi dalam pemerintahan. Kecenderungan Kompas untuk bersikap lunak terhadap isu yang menyudutkan kelompok tertentu terlihat dalam pemberitaan mengenai keterkaitan presiden dalam kasus ini sebagai salah satu simbol negara.
            Hal tersebut juga terlihat pada pemberitaan yang terkait dengan Boediono, yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden. Munculnya isu pemanggilan presiden berarti membuka peluang bagi Kompas untuk mengarahkan kasus ini ke latar politik. Tetapi Kompas dari model pemberitaannya mencoba mengarahkan isu ke ranah ekonomi, yang menitikberatkan pada aliran dana dan kalkulasi ekonomi. Dari pemberitaan mengenai dana talangan Bank Century, Suara Merdeka secara konsisten mengkritisi bahwa kebijakan ini terindikasi adanya pelanggaran yang menyebabkan kerugian negara. Suara Merdeka lebih menekankan unsur who, dan memberikan repetisi siapa yang harus bertanggungjawab dalam beberapa pemberitaannya.    Perbedaan penyebutan terhadap presiden memperlihatkan sikap Suara Merdeka yang memposisikan SBY sebagai pihak yang paling bertanggungjawab terhadap penyelesaian kasus dengan membentuk peristiwa ini melalui latar politik. Latar politik bisa dilihat dari isu pencopotan Sri Mulyani, impeachment, citra inkonsisten partai pendukung bail out dan beberapa koherensi pembeda yang melemahkan argumentasi pihak yang memberikan dukungan terhadap kebijakan ini. Pencitraan melalui model pemberitaan yang cenderung negatif terhadap pihak yang pro-bail out semakin menguatkan opini bahwa Suara Merdeka berada pada posisi yang menentang adanya kebijakan ini. Pemberitaan kedua media massa tersebut memiliki kesamaan yang terletak pada penempatan berita dan pemilihan narasumber dalam struktur sintaksis yang dilengkapi dengan penambahan beberapa elemen grafis dalam pemberitannya.
            Hal ini mengidentifikasikan bahwa Kompas dan Suara Merdeka memiliki persamaan dalam cara media menyusun sebuah peristiwa yang menunjukkan bahwa kasus ini hendak ditampilkan sebagai peristiwa yang menimbulkan pro dan kontra. Kompas dan Suara Merdeka menggambarkan bagaimana wacana kebijakan bail out Bank Century ini diperkuat dan dimapankan dalam teks media.
            Kedua media tersebut berbeda dalam mengkritik kasus bank Century, sebagai media lokal, Suara Merdeka lebih cenderung bisa bebas mengkritisi peristiwa yang tidak memiliki kedekatan (proximity), baik secara psikologis maupun geografis. Berbeda dengan Kompas sebagai media nasional
            Kedua media tersebut melakukan framing menunjukkan temuan yang sama menggunakan perangkat framing yang berbeda. Berkaitan dengan sikap media, yang  menitikberatkan pada isu dana talangan Bank Century saja, tidak menutup kemungkinan pola yang digunakan oleh media massa menjadi berbeda dalam memberitakan kasus lain. Untuk itu diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut terkait dengan konstruksi media massa terhadap permasalahan tertentu. Karena untuk memperbandingkan peristiwa yang berkelanjutan (continously), dengan sequence yang sama dan model pemberitaan yang banyak menggunakan kutipan berupa dialog, perangkat framing ini memiliki keterbatasan dalam analisis strukur sintaksis dan skripnya, karena elemen yang ada di dalam struktur tersebut kurang lebih sama antara media yang diperbandingkan.
            Aksiologi. Pertanyaan yang menyangkut wilayah ini antara lain: Untuk apa manfaat pemberitaan kasus Bank Century itu diberitakan media massa? Bagaimana kaitan antara cara pemberitaan dengan kaidah-kaidah moral? Berdasarkan hasil pemberitaan tersebut nilai manfaat yang didapatkan dari pemberitaan kedua media massa tersebut, yaitu:
  1. Nilai ekonomis, bahwa kedua media massa tersebut baik kompas maupun suara merdeka dengan mengangkat isu kasus Bank Century melalui pemberitaan telah menaikkan oplah mereka
  2. Nilai Interest, bahwa dengan pemberitaan tersebut masing-masing media cetak memiliki kepentingan tertentu, jika Kompas melihat dari bahwa munculnya kasus Bank Century sebagai akibat dari kepentingan politis tertentu sedangkan  Suara Merdeka melihatnya sebagai pelanggaran kebijakan yang dilakukan penyelenggara negara
  3. Nilai Informasi, bagi pembaca media massa tersebut mendapatkan perbedaan pengaruh terhadap pembentukan opini publik. Mereka yang membaca Kompas akan dipengaruhi opini bahwa kasus tersebut murni politis sedangkan bagi pembaca Suara Merdeka akan diberikan opini bahwa kasus tersebut merupakan murni pelanggaran kebijakan penyelenggara negara sehingga harus diusut tuntas. 

           






Tidak ada komentar:

Posting Komentar