Produk Handphone

Minggu, 30 Oktober 2011

Strategi Dan Taktik Tata Kelola Teknologi Informasi


Strategi Dan Taktik Tata Kelola
Teknologi Informasi

            Selama beberapa decade, banyak pemimpin eksekutif perusahaan mengalami permasalahan berupa kegagalan dan kekecewaan dengan transformasi bisnis berbasis teknologi informasi. dengan harapan mendapat nilai strategis melalui pemanfaatan teknologi informasi, ternyata para eksekutif tersebut menghadapi kenyataan penolakan sejumlah proyek, kekacauan, pada bisnis, kekecewaan para konsumen, penurunan nilai dari para pemegang saham serta masih banyak lagi kekecewaan lainnya. tanggung jawab perusahaan ketahanan bisnis dan perubahan tata kelola merupakan agenda yang bersifat sangat strategis bagi perusahaan semua tanggung jawab akan perubahan dan tantangan tata kelola teknologi informasi untuk mempertahankan nilai bisnis telah menjadi hal utama bagi bisnis yang bersifat fundamentaluntuk dapat tumbuh pada kondisi ekonomi saat ini.
            Para direksi dan eksekutif bisnis harus menyadari bahwa meskipun mereka dapat mendelegasikan, menghindari atau bahkan mengabaikan keputusan-keputusan yang terkait dengan teknologi informasi, namun kenyataannya saat ini mereka tidak lagi berhubungan dengan bagian lain seperti bagian pemasaran penelitian dan pengembangan atau bagian sumber daya manusia tanpa bergantung pada teknologi informasi.
            Munculnya abad 21 berarti organisasi harus berinovasi pada digitasi secara global dengan dampak yang besar bagi model dan proses bisnis karena akan bersifat elektronis, dimana ketergantungan antara bisnis dengan teknologi informasi menjadi sangat kuat bisnis berbasis elekronis dan juga lingkungan bisnis telah bergerak secara cepat untuk menciptakan kondisi kompetisi kritikalyang mana perusahaan tidak akan lagi berada pada posisi kompetisi yang stabil sehingga batasan-batasan organisasi perlu didefinisi ulang, dan semuanya ini terjadi akibat ekonomi global. pertumbuhan teknologi untuk bisnis berbasis elektronis, baik didalam maupun antar perusahaan, serta bermunculan “dot.com”, telah menjadikan para eksekutif baik bisnis maupun teknologi informasi saat ini bukanlah hanya permasalahan teknologi saja, namun lebih dari itu, permasalahannya adalah mengenai tata kelola teknologi informasi. berdasarkan survey yang dilakukan oleh gartnerEXP tahun 2002 terhadap 1500 orang CIO menyatakan bahwa prioritas dari para manajemen puncak adalah pada domain tata kelola teknologi informasi.
            Meskipun pernyataan dan perhatian mengenai tata kelola teknologi informasi telah ada sejak adanya teknologi informasi dalam perusahaan, namun tidak ada pohon pengetahuan (body of knowladge) serta keterampilan mengenai tata kelola teknologi informasi masih terus mengalami perkembangan dan juga sebagai akibat adanya spesialisasi dan tidak adanya ketergantungan antara komunitas yang tertarik dengan tata kelola informasi, bahkan terdapat perbedaan diantara mereka dalam hal devinisi dan model tata kelola teknologi informasi.
            Serupa dengan tata kelola perusahaan, tata kelola informasi teknologi merupakan topic yang seolah baru ditemukan kembali, masih kabur, dan jika diterminologikan dengan hutan yang baru ditemukan, maka semua pendatang baru berhak untuk menanam pohon itu. oleh karena itu diperlukan suatu definisi yang jelas mengenai apa itu tata kelola teknologi informasi. menurut  Peterson, 2000, tata kelola teknologi informasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
            “Tata kelola teknologi informasi merupakan  system dimana portofolio teknologi informasi organisasi diarahkan dan dikontrol. tata kelola teknologi informasi menggambarkan (a) distribusi hak-hak pengembalian keputusan seputar teknologi informasi informasi dan tanggung jawab diantara para stakeholder yang berada didalam organisasi, dan (b) aturan dan juga prosedur untuk membuat dan memonitor keputusan yang terkait dengan strategi teknologi informasi”
            Tata kelola teknologi informasi menspesifisikan  struktur dan proses yang mana dengan ini, sasaran organisasi teknologi informasi dapat diterapkan, sehingga dapat menetapkan cara mencapai sasaran tersebut dengan disertai pengawasan terhadap kinerjanya. Tata kelola teknologi informasi merupakan fenomena kedua, dimana tata kelola merupakan suatu kumpulan keputusan mengenai siapa dan bagaiman keputusan mengenai strategi teknologi informasi dibuat. definisi yang dinyatakan diatas juga secara implicit, menunjukan adanya sejumlah “mitos-mitos tata kelola teknologi informasi” yang sebenarnya telah lama ada dan masih ada sampai saat ini yang perlu dibuktikan kenbenarannyan jika pemikiran tata kelola teknologi informasi dan praktik-praktik tata kelola teknologi informasi.
Mitos 1: Tata Kelola TI Adalah Tanggung Jawab CIO
            Tata kelola teknologi informasi merupakan elemen porto folio CIO yang jelas sangat esensia, sehingga CIO bukanlah stakeholder utama. seringkali para eksekutif perusahaan dan manajer bisnis masih berasumsi bahwa  CIO sajalah yang harus bertanggung jawab atas tata kelola teknologi informasi. lebih dari itu, penyerahan tanggung jawab dan akuntabilitas oleh bisnis, serta hanya sekedar pemberian perintah pada teknologi informasi tidak akan dapat mengatasi paradox produktifitas teknologi informasi tidak akan dapat menyelesaikan ketidak selarasan antara bisnis dengan teknologi informasi.
            Lebih dari satu decade yang lalu, rockart (1988) menggemukakan pendapat bagwa para manajemen bisnis perlu bertanggung jawab atas teknologi informasi. remenyi (1997) juga mengindikasikan bahwa gari kepemimpinan merupakan kebutuhan, dan penempatan manajemen bisnis sebagai stake holderpenting menempatkan kembali tanggung jawab atas realisasi nilai teknologi informasi sehingga bersesuaian sebagaiman seharusnya dengan bisnis. efektivitas tata kelola teknologi informasi hanya sebagian tergantung pada CIO dan eksekutif teknologi informasi lainnya, dan harus dipandang sebagai tanggung jawab bersama dengan komitmen yang bersifat utuh secara enterprise guna mendukung dan memaksimalkan nilai bisnis teknologi informasi.
Mitos 2: Tata Kelola TI Harus Dikaitkan Dengan Organisasi TI
            Biasanya, fungsi teknologi informasi dipandang sebagai fungsi tunggal yang bersifat homoge, namun sering dengan dengan digunakannya teknologi informasi dalam organisasi, maka akan melibatkan juga platform yang bersifat teknis, pusat layanan teknologi informasi digunakan bersama aplikasi yang melekat pada bisnis secara local, jadi gagasan bahwa fungsi teknologi informasi adalah fungsi tunggal yang homogen sudah tidak lagi dapat digunakan.
            Weil dan Broadbent (1998) mengindikasikan bahwa organisasi saat ini memiliki fortofolio fungsi bisnis dan kemampuan teknis yang saling bergantung namun berbeda-beda, beberapa diantaranya dialokasikan untuk tingkatan enterprise yang berbeda dan/ atau bagai vendor sebagai pihak ketiga. guna mendiskusikan infrastruktur yang baru tersebut, weil dan Broadbent (1998) meringkaskan perbedaan fungsi-fungsi teknologi informasi dalam portofolio kemampuan teknologi informasi secara grafis. kemampuan teknologi informasi adalah keterampilan  dan pengetahuan organisasi yang esensial bagi transformasi bisnis teknologi informasi, termaksud juga infrastruktur teknologi informasi dan kompetensi untuk berhubungan dengan klien bisnis manajemen eksekutif, dan/atau spesialis teknologi informasi serta para vendor (Peterson, 2001).
            Infrastruktur teknologi informasi merupakan landasan utama kemampuan teknologi informasi, disajikan sebagai layanan bersama dalam organisasi, dan diarahkan secara terpusat, biasanya oleh manajemen teknologi informasi secara korporat. tujuan dari infrastruktur teknologi informasi adalah untuk memungkinkan berbagai data yang bersifat utuh secara organisasi dan integrasi lintas bisnis. kemampuan bersama (shareable) dan penggunaan ulang (reusable)  dari sumber daya. secara kontras, aplikasi yang bersifat melekat pada bisnis secara local di kaitkan pula dengan kebutuhan produk/layanan tertentu untuk memenuhi perubahan permintaan dari bisnis dan konsumennya, biasanya oleh manajemen bisnis local, aplikasi-aplikasi ini menggunakan layanan-layanan infrastruktur dan dibangun dengan platform teknis bersama.
Mitos 3: Tata Kelola TI Adalah Bentuk Baru Manajemen TI
            Karena sifat asli dari tata kelola teknologi informasi, dan juga karena dianggap masih baru, seringkali tata kelola teknologi informasi sering disebut sebagai bentuk baru dari manajemen teknologi informasi ’gaya lama’. bagaimanapun juga, meskipun terdapat garis pemisah yang tipis antara tata kelola teknologi informasi dengan manajemen teknologi informasi, namun sebenarnya terdapat perbedaan yang mendasar antara keduanya yang bukan hanya sekedar teori, namun memiliki dampak besar bagi perancangan dan efektifitas ketatakelolaan teknologi informasi secara praktis.
            Domain manajemen teknologi informasi terfokus pada penyediaan layanan dan produk teknologi informasi secara efisien dan efektif serta mengolah operasi teknologi informasi. sedangkan tata kelola teknologi informasi menghadapi dualitas permintaan yaitu (a) memberikan kontribusi terhadap operasi dan performansi bisnis saat ini serta, (b) mentransformasikan dan memposisikan teknologi informasi sehingga dapat memenuhi tantangan bisnis dimasa mendatang. hal ini bukan berarti mengurangi makna penting dan kompleksitas dari manajemen teknologi informasi, namun mengindikasikan bahwa tata kelola teknologi informasi berorientasi internal maupun eksternal, berada pada kerangka waktu saat ini dan masa mendatang. tantangan utama tata kelola teknologi informasi adalah bagaimana secara simultan dapat menjalankan dan mentransformasikan teknologi informasi guna memenuhi permintaan dari bisnis dan konsumen bisnis baik saat ini dan masa mendatang.
            Perbedaan antara tata kelola teknologi informasi dan manajemen teknologi informasi dan manajemen teknologi informasi juga didiskusikan oleh parker dan benson (1988) pada manajemen informasi yang bersifat utuh secara enterprise, yaitu suatu pergeseran penekanan dari teknologi informasi menjadi relevansi bisnis/ informasi pada teknologi informasi.  elemen-elemen manajemen teknologi informasi serta penyediaan komoditas layanan dan produk teknologi informasi dapat dilakukan oleh para pakar penyedia jasa teknologi informasi yang bersifat eksternal, sedangkan tata kelola teknologi informasi bersifat spesifik terhadap organisasi, dimana arahan dan control atas teknologi informasi tidak dapat dilakukan oleh pasar secara umum.
Mitos 4: Tata Kelola TI Fokus Pada Desentralisasi
            Dengan mengakui adanya bantahan terhadap mitos-mitos yang sebelumnya ada yaitu tata kelola teknologi informasi focus pada control teknologi informasi, atau dimana otoritas pembuatan keputusan mengenai teknologi informasi dialokasikan dalam organisasi. diskusi mengenai alokasi formal tentang pembuatan keputusan akan teknologi informasi sebagai hak dalam posisi organisasional telah mendorong banyak retorika dan spekulasi tentang cara terbaik dalam mengorganisasikan tata kelola teknologi informasi, dan dalam proses tersebut menyulut perdebatan klasik akan sentralisasi versus desentralisasi. masih terdapat pertanyaan apakah konsep tata kelola teknologi informasi hanyalah mengenai sentralisasi atau desentralisasi saja (Peterson dkk, 2000; sambamurthy & zmud; vitale, 2001; whetherbe, 2001).
            Dengan bergerak sesuai pada ketiga mitos sebelumnya, dapat dieketahui bahwa sentralisasi dan desentralisasi menyediakan dikotomi yang tidak bermakna saat digunakan sebagai generalisasi atas tata kelola teknologi informasi. sentralisasi dan desentralisasi dapat diaplikasikan pada setiap kemampuan teknologi informasi dalam portofolio teknologi informasi yang akan mengahasilkan 8 pola tata kelola teknologi informasi yang berbeda. pola pertama, eksekutif korporasi bertanggung jawab atas infrastruktur teknologi informasi dan keputusan-keputusan pengembangan teknologi informasi, sedangkan manajemen teknologi informasi (tidak terpusat) bertanggung jawab atas keputusan aplikasi teknologi informasi. pada pola kedua, manajemen bisnis (tidak terpusat) bertanggung jawab atas penggembangan teknologi informasi dan keputusan aplikasi teknologi tersebut.
            Diskusi mengenai apakah sentralisasi atau desentralisasi tata kelola teknologi informasi didasarkan pada perspektif organisasi yang rasional, yang mana pilihan-pilhan dikurangi pada satu efisiensi dan efektifitas internal (march & simon, 1958). pandangan ini mengasumsikan suatau system kesesuaian dan persetujuan untuk mencapai tujuan, yaitu suatu pertukaran yang bersifat rasional dan lojik antara (a) efesiensi dan standarisasi, melawan (b) efektifitas dan fleksibilitas pada desentralisasi. pada umumnya, diasumsikan bahwa sentralisasi mengantarkan pada spesialisasi, konsistensi, dan control yang lebih terstandarisasi, sedangkan desentralisasi menyediakan control local, kepemilikan serta tanggapan dan fleksibilitas dengan kebutuhan bisnis (brown & magill, king, 1983; rockart et all., 1996). standar-standar yang berubah-ubah, sehingga akan merendahkan fleksibilitas, sedangkan spesialisasi pada sentralisasi mengandung risiko karena terbatasnya rasionalitas serta beban informasi yang berlebihan (mintzberg, 1979; simon, 1961).  
            Pandangan yang bersifat politis social mengenai tata kelola teknologi informasi menyarankan bahwa perdebatan mengenai sentralisasi melawan desentralisasi digunakan untuk mencapai tujuan bagi actor organisasi tertentu dengan cara yang di inginkan (simon 1961), sedemikian sehingga belum tentu dapat memenuhi tujuan organisasi (cyert & mart, 1963). terdapat perbedaan yang penting di antara fraksi-fraksi dalam organisasi, yang mengantarkan pada adanya konflik dan perselisihan pada tujuan organisasi dan maksud untuk mencapainya. sebagai contoh, konflik strategis antara stakeholderbisnis dan teknologi informasi. para stakeholder ini mempresentasikan kelompok atau indifidu yang mempengaruhi dan di pengaruhi oleh keputusan strategis berkaitan dengan teknologi informasi. perang kekuasaan sering kali terjadi dalam tata kelola informasi, dan pertanyaannya sering kali menjadi “menurut cara siapakah nantinya akan dijalankan?” dan bukan “cara mana yang terbaik?”.
            Resiko potensial dalam lingkungan bisnis saat ini adalah baik sentralisasi maupun desentralisasi menjadikan organisasi memiliki struktur yang tetap. oleh karena itu, tantangannya adalah untuk menyeimbangkan manfaat pembuatan keputusan dan inovasi bisnis yang itdak terpusat serta manfaat pengawasan pusat dan standarisasi teknologi informasi. seperti diuraikan mintzberg (1979), sentralisasi dan desentralisasi seharusnya tidak perlu secara absolute, namun sebagai 2 rangkaian.
selam lebih dari atu decade, organisasi telah menerapkan cara untuk mencapai yang terbaik dari kedua dunia ini dengan mengadopsi struktur tata kelola informasi teknologi federal. pada model tata kelola informasi teknologi federal, keputusan infrastruktur teknologi informasi adalah bersifat sentralisasi, sedangkan keputusan aplikasi teknologi informasi bersifat tidak terpusat/desentraliasi (brown & magill, 1998). sehimgga model tata kelola teknologi informasi federal mempresentasikan model campuran desentralisasi. di atlanti, sejumlah perusahaan dengan jenis industry yang berbeda secara aktif telah menguji coba model tata kelola teknologi informasi yang baru ini. model tata kelola teknologi informasi federal ternyata lebih mudah untuk direnungkan dari pada diimplementasikan. tata kelola teknologi informasi federal menantang para manajer dalam unit bisnis local untuk mengontrol domain teknologi informasi yang bersifat spesifik terhadap bisnis untuk kebaikan korporat, dan untuk mengembangkan bisnis korporat serta kerjasama antara bisnis dengan teknologi informasi.

sumber: Surendro, Kridanto. 2009. Implementasi Tata Kelola Teknologi Informasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar