Produk Handphone

Senin, 31 Oktober 2011

Peran Komunikasi Non Verbal Dalam Organisasi


Sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Laswell dalam Cangara (2010:19) bahwa cara tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi ialah menjawab pertanyaan, “Siapa yang menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa pengaruhnya. Menurut Carl I. Hovland bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang individu atau komunikator mengoperkan stimulan   biasanya dengan lambang-lambang bahasa (verbal maupun non-verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain. (Suprapto, 2011:6)
                Joseph  A Devito (1997) dalam Masmuh (2010:6) mendefinisikan komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi-di dalam kelompok formal maupun informal organisasi. Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi pada organisasi. Isinya berupa cara-cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya tidak pada organisasinya sendiri, tetapi lebih pada para anggotanya secara individual.
            Menurut Charles Cooley dalam Rosmawati (2010: 15) bahwa komunikasi adalah mekanisme di mana relasi manusia ada dan berkembang melalui semua simbol pikiran, bersama dengan alat untuk menyalurkannya melalui ruang dan mempertahankannya sepanjang waktu. Hal ini meliputi ekspresi wajah, sikap dan gesture, nada suara, kata kata, tulisan, cetakan, jalan kereta api, telegram, telepon dan apapun lainnya yang mungkin merupakan temuan tebaru dalam penguasaan ruang dan waktu.
            Sedangkan menurut Menurut Stewart L. Tubbs  & Sylvia Moss (2001:9), bahwa pesan ini meliputi seluruh aspek nonverbal dalam prilaku kita:ekspresi wajah, sikap tubuh, nada suara, gerakan tangan, cara berpakaian, dan sebagainya. Secara singkat, pesan-pesan itu meliputi semua pesan yang disampaikan tanpa kata-kata atau selain kata-kata yang dipergunakan. Misalnya, anda dapat menyapa seseorang sekaligus tersenyum atau melambaikan tangan.
            Abdullah Masmuh dalam bukunya Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek (2010:9), menyatakan bahwa perasaan seseorang juga dapat dinyatakan melalui berbagai isyarat-isyarat atau signal-signal non-verbal dalam percakapan tatap muka langsung, perasaan, keadaan  jiwa, atau suasana hati seseorang dinyatakan melalui gerakan isyarat (gesture), ekspresi wajah, posisi dan gerakan badan, postur, kontak fisik, kontak pandangan mata, dan stimulasi non verbal lain yang sama pentingnya dengan kata-kata yang diucapkan.        
            Manusia dalam berkomunikasi selain memakai kode verbal juga memakai kode nonverbal. Kode nonverbal biasa disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent langauge). Kode non verbal yang digunakan dalam berkomunikasi sudah lama menarik perhatian para ahli terutama dari kalangan antropologi, bahasa, bahkan dari bidang kedokteran. Perhatian para ahli untuk mempelajari bahasa nonverbal diperkirakan dimulai sejak tahun 1873, terutama munculnya tulisan Charles Darwin tentang bahasa ekspresi wajah manusia. Hal menarik dari kode non verbal adalah studi Albert Mahrebian (1971) yang menyimpulkan bahwa tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7 persen berasal dari bahasa verbal, 38 persen dari vokal suara dan 55 persen dari ekspresi muka. (Cangara, 2010:103)
            Selain berkomunikasi dengan bahasa, manusia juga berkomunikasi menggunakan kode non-verbal atau biasa yang disebut dengan bahasa isyarat, termasuk di dalamnya seperti mimik, gerakan tubuh dan raut wajah.
Komunikasi nonverbal memainkan peran utama dalam perkembangan suatu hubungan. Karena komunikasi non verbal juga merupakan saluran utama yang kita gunakan untuk mengkombinasikan perasaan dan sikap kita. Tetapi kebanyakan komunikasi non verbal adalah tingkah laku yang tidak disadari, karena kebanyakan dari kita mempunyai keterbatasan dalam memahaminya.    Komunikasi merupakan suatu bentuk komunikasi dengan karakteristik tertentu. Rosmawati (2010:34) menyebutkan beberapa aspek penting menyangkut komunikasi non-verbal, antara lain:
1.      Mengungkapkan perasaan dan sikap kita
            Arti emosional pesan-pesan kita lebih dinilai berdasarkan pesan-pesan non verbal kita dari pada pesan-pesan verbal kita. Hal ini menjelaskan bahwa disadari atau tidak disadari, saat kita berinteraksi dengan pihak lain, kita menempatkan penilaian perasaan-perasaan dan tanggapan-tanggapan emosional kita tidak dikarenakan apa yang lawan bicara kita katakan, tetapi lebih atas apa yang ia perbuat.
2.      Pesan-pesan non-verbal lebih terpercaya
            Tindakan mempunyai arti lebih dari kata-kata. Hal itu dikarenakan komunikasi non verbal lebih dapat dipercaya daripada komunikasi  verbal..
3.      Komunikasi non-verbal memainkan peranan utama dalam hubungan antarpribadi
            Arti sosial dari pesan-pesan kita adalah berdasarkan atas komunikasi nonverbal. Kita mungkin memutuskan apakah suatu aktvitas komunikasi menyenangkan atau tidak dalam waktu 30 detik pertama. Bahkan sebelum seseorang sempat mengucapkan kata lain. Isyarat-isyarat non verbal adalah satu yang mendasari kesan pertama akurat atau tidak.
            Ekspresi, gerakan isyarat, gerakan dan posisi badan tersebut secara keseluruhan sering disebut sebagai bahasa (body language) yang menyatakan sikap dan perasaan seseorang. Sebagai contoh: dalam organisasi kerja jika seorang karyawan berusaha menghindari bertatapan dengan rekan sekerjanya dan memperlihatkan seolah-olah dia sedang sibuk menyusun arsip-arsip di kantornya, maka mungkin dia mengisyaratkan bahwa dia tidak mau diganggu.
            Demikian halnya, jika seseorang ingin agar tamunya segera pulang atau keluar dari ruang kantornya, maka dia hanya akan melihat jam tangannya sebagai tanda “pengusiran secara halus” karena pernyataan verbal dalam situasi semacam ini pada masyarakat kita; dan juga kebanyakn bangsa timur; dirasa kurang sopan dan bisa menyinggung perasaan.
            Bila kita ingin mengetahui apakah seseorang menyukai diri kita, maka biasanya kita menjadi sangat peka untuk memperluas isyarat-isyarat non verbal ini, misalnya melalui tatapan mata sseorang, bagaimana cara memutus pembicaraan dengan lawan bicara   kita, antusiasme atau minat yang diperlihatkan melalui tepukan tangan, ada tidaknya senyum, dan lain sebagainya.
            Oleh karena itu komunikasi non verbal sering dilakukan secara reflek atau tanpa disadari ketika seseorang berbicara. Sebagai contoh , ketika pimpinan kantor anda memerahi salah satu karyawan di kantor anda, maka anda akan melihat wajah pimpinan anda itu memerah, matanya terbelalak dengan sorot mata yang tajam, tangannya bergetar, suaranya meninggi, dan sebagainya. Kemarahannya tidak hanya tercermin dalam kata-katanya tetapi juga tercermin dalam segenap bahasa tubuhnya itu semakin memastikan seberapa besarnya tingkat kemarahannya.
            Dalam kegiatan bisnis sangat penting untuk menyadari akan perlunya memanfaatkan bahasa non-verbal untuk mendapatkan hasil komunikasi yang diharapkan. Misalnya ketika bernegosiasi, seorang negosiator perlu mencermati bahasa tubuh mitra negosiator lainnya karena bahasa tubuh tersebut menyampaikan pesan tertentu. Cara negosiator duduk, kerutan dahinya, tangannya yang menopang dagu, tatapan matanya, senyumannya, dan sebagainya pasti menyampaikan pesan tertentu jika diperhatikan dengan seksama. Jika seorang negosiator sedang meyakinkan sesuatu kepada negosiator yang lain, maka seyogyanya bahasa tubuhnya dimanfaatkan juga untuk menguatkan pesan yang disampaikannya secara verbal .
            Diam juga adalah isyarat non verbal, juga merupakan suatu alat untuk mengendalikan kesan yaitu usaha seseorang untuk mempengaruhi anggapan orang lain tentang dirinya. Misalnya, pembicara yang berhenti sebentar sering memberikan kesan berpikir, termenung dan seksama. Namun orang lain dapat mengira ia introvert, pemalu dan kurang percaya diri. 

Tinjauan Filsafat Komunikasi Terhadap Prilaku Komunikator Politik


              Richard Lanigan dalam karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review and Commentary” membahas secara khusus “analisis filsafati mengenai komunikasi”. Mengatakan; bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
·         Apa yang aku ketahui ? (What do I know ?)
·         Bagaimana aku mengetahuinya ? (How do I know it ?)
·         Apakah aku yakin ? (Am I sure ?)
·         Apakah aku benar ? (Am I right ?)
            Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi terhadap : Epistemologi, Ontologi,  Aksiologi.
            Epistemologi; merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature, methods and limits of human knowledge).Epistemologi berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan metodologi. Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi :
1.      Kerangka pemikiran yang logis;
2.      Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran;
3.      Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.
            Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat rasional. Lanigan, mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.
            Dikenal empat teori kebenaran, sebagai berikut :
1) Teori koherensi; suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
2) Teori korespondensi; suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan itu.
3) Teori pragmatik; suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia.
`           Epistemologi dalam proses komunikasi sebagai contoh misalnya  dapat dilihat dalam kegiatan komunikasi politik, ketika para komunikator politik mencoba untuk melakukan kegiatan komunikasi dalam aktivitas politik. Seperti yang kita lihat dalam wawancara televisi mereka saling beradu argumentasi dan mendukung argumentasinya melalui dalil-dalil hukum yang dianggap tepat. Hal ini menunjukkan bahwa para komunikator politik dalam menyampaikan pesan merancang dan mendesain pesan yang disampaikan itu agar dipahami sebagai suatu kebenaran.
            Seringkali kebenaran yang disampaikan oleh para politisi itu merupakan realitas yang semua, apapun dalil mereka tetap merupakan suatu kebenaran karena mereka dalam menyusun argumentasinya secara sistematis, logis namun sejatinya proses komunikasi yang mereka lakukan tidak sampai pada kebenaran yang hakiki tetapi kebenaran yang hanya dirasakan oleh pihak-pihak tertentu. Sehingga para komunikator politik sering melakukan “pembenaran” politik.
            Ontologi; adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita. Hubungannya dengan teori komunikasi, ontologi  berkaitan dengan hal-hal sbb :
1.      Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta;
2.      Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan;
3.      Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku manusia.
            Pentingnya ontologi bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip pendapat Jujun S Suriasumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu” mengatakan bahwa ontologi merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran. Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua yakni :
·         Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya oleh panca indera. Metafisika disebut juga Ontologi.
           Bahwa keberadaan pesan politik dalam proses komunikasi politik itu hakikatnya memiliki keberadaan, ada pesan-pesan tertentu yang sifatnya politis dalam konteks komunikasi politik dan diperuntukkan untuk kepentingan politik.  Kegiatan simbolik terdiri atas orang-orang yang menyusun makna dan tanggapan bersama terhadap perwujudan lambang-lambang referensial dan kondensasi dalam bentuk kata-kata, gambar, dan perilaku. Dengan mengatakan bahwa makna dan tanggapan itu berasal dari pengambilan peran bersama, kita meminta perhatian kepada orang untuk memainkan peran. Hal ini berlaku baik bagi lambang politik maupun bagi lambang jenis apapun. Misalnya, orang yang pindah pekerjaan kepada jabatan politik tinggi(presiden, gubernur, anggota DPR, dsb.) akan menggunakan gelar dan kelengkapan kedudukan itu; lambang-lambang itu membantu membentuk kepercayaan, nilai, dan pengharapan sejumlah besar orang mengenai bagamana mereka harus menanggapi jabatan itu.
            Dengan merangsang orang untuk memberikan tanggapan dengan cara tertentu, untuk memainkan peran tertentu terhadap pemerintah (komunikator politik), dan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan pengharapan mereka, lambang-lambang signifikan memudahkan pembentukan opini publik. Sebagaimana lambang dari pembicaraan politik, kata-kata, gambar, dan tindakan komunikator politik merupakan petunjuk bagi orang-orang bahwa mereka dapat mengharapkan sesama warga negara menanggapi lambang-lambang itu dengan cara tertentu yang sudah dapat diperkirakan.
            Aksiologi; asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan yang secara epistemologis diperoleh dan disusun. Aksiologi adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti etika, estetika, atau agama. Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya. Jelaslah, pentingnya seorang komunikator untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai (value judgement), apakah pesan yang akan dikomunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
            Aksiologi dalam komunikasi politik adalah manfaat dalam melakukan kegiatan komunikasi politik. Sejatinya, komunikasi politik ditujukan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat, namun seperti yang kita lihat selama ini dalam kasus politik di negeri bahwa komunikasi politik diarahkan untuk keprntingan-kepentingan pribadi bukan untuk kepentingan umum. Pesan-pesan politik dibingkai oleh para komunikator politik agar dapat mempengaruhi masyarakat.
            Oleh karena itu manfaat mempelajari aksiologi filsafat dalam konteks komunikasi politik adala mengembalikan kebenaran itu agar kegiatan komunikasi politik diarahkan dalam memberikan upaya pencerdasan rakyat sehingga mereka sadara akan hak dan tanggung jawabnya sebagai warga negara. Demikian pula para komunikator politik sadar bahwa tanggung jawabnya sebagai politisi yang perlu menyampaikan dan memperjuangkan kebenaran dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat.